Pada pasar April 2022, saya membuka posisi short di LUNA pada harga 98 dolar dengan modal 25.000 dolar, dan semalaman akun saya melonjak menjadi 750.000 dolar. Saat itu saya duduk di depan layar, telapak tangan berkeringat—mengira saya akhirnya akan bangkit dari kerugian.

Lalu apa hasilnya? Keserakahan itu seperti bom waktu yang tersembunyi di kedalaman hati. Saya tidak menutup posisi sesuai rencana, malah tergoda untuk menambah posisi saat pasar berbalik. Ketika notifikasi "LUNA kembali nol" muncul, ponsel saya terjatuh dari tangan, dan saya bahkan tidak mampu mengumpat.

Akun saya langsung turun dari 75 juta menjadi angka kecil. Rasanya, sungguh sulit diungkapkan. Tapi saya tidak menyerah. Saya mengeluarkan gelang emas yang saya beli dengan gaji selama setahun, menggigit lidah dan menjualnya untuk mendapatkan 18 juta, dan memutuskan untuk memulai lagi. Kali ini berbeda—saya melepaskan ilusi "kaya dalam semalam" dan mulai bertransaksi dengan disiplin.

**Bangun posisi harus melewati "Empat Pintu"**

Sejak saat itu, saya tidak lagi bertindak berdasarkan feeling. Sebelum menggerakkan dana, saya harus memeriksa empat hal: tren mingguan, sinyal volume transaksi, pergerakan dana di chain, dan posisi utama para pelaku pasar. Kedengarannya membosankan, tapi justru kebosanan ini yang menyelamatkan saya berkali-kali.

Saat TRB berkonsolidasi di sekitar 12 dolar, saya menghabiskan tiga hari penuh untuk melewati keempat pintu ini. Tidak ada yang aneh, kondisi dana juga bersih, baru saya masuk dengan posisi kecil. Dalam gelombang pasar berikutnya, banyak orang tertipu oleh fake breakout dan terpaksa menjual rugi, tapi saya berhasil menghindar.

Inti dari trading bukan sekadar menebak apa yang akan terjadi di detik berikutnya, melainkan memahami dari logika akumulasi dan pelepasan posisi. Fluktuasi jangka pendek hanyalah noise, peluang sejati tersembunyi di data.

**Evaluasi ulang saat rugi, jangan sembarangan cut loss**

TRB kemudian turun 28%. Saat itu memang agak menyakitkan, tapi saya tidak panik menjual semua. Setiap pulang kerja, saya belajar sampai larut malam, menggambar grafik K-line di laptop, jari-jari saya sampai kapalan.

Saya melihat bahwa dana utama tidak sepenuhnya keluar, support di tren mingguan juga masih bertahan. Apa artinya ini? Bahwa ini bukan penurunan mematikan, melainkan akumulasi ulang. Setelah saya yakin akan hal ini, saya malah menambah posisi secara bertahap saat pasar turun.

Kemudian saat TRB rebound, posisi ini memberi saya keuntungan hampir 3 kali lipat. Tapi yang terpenting bukan berapa banyak keuntungan yang didapat, melainkan saya belajar berpikir saat panik, bukan mengikuti ketakutan.

**Take profit tidak boleh sembarangan dibandingkan stop loss**

Ini juga sangat penting: banyak orang menetapkan stop loss sangat ketat, tapi saat mencapai target profit malah mulai ragu. Logika ini salah.

Pendekatan saya adalah: saat menghasilkan uang, saya ambil sebagian secara bertahap, mengunci sebagian keuntungan, sisanya saya biarkan berjalan. Dengan begitu, saya tidak akan mengulangi tragedi karena serakah, dan tetap punya peluang untuk mengikuti tren besar. Saya melakukan ini juga saat trading TRB—ketika turun 28%, saya tetap tenang, dan saat rebound, saya keluar dalam tiga tahap, setiap kali dengan target harga yang sudah saya tentukan sebelumnya.

Dari 75 juta kembali ke nol, lalu perlahan mengembalikan akun ke angka lima digit, proses ini tidak penuh cerita dramatis, melainkan rutinitas membosankan setiap hari: pemeriksaan dan disiplin. Tapi justru kebosanan ini yang membuat saya perlahan menjadi trader sejati.

Serakah memang jebakan, disiplin adalah perisai.