#美SEC促进加密创新监管体系 Pada malam di bulan Desember 2017 itu, Bitcoin menembus dua puluh ribu dolar.

Aku menatap angka-angka yang bergerak di layar, keuntungan mengambang di akun melewati 2 juta. Perasaannya sulit diungkapkan—seperti semua analisis larut malam, semua perjuangan melawan tren pasar, tiba-tiba semuanya terasa mendapat jawaban. Saat itu di kepalaku hanya ada satu pikiran: kali ini aku benar-benar aman.

Bahkan mulai menghitung, berapa kali lipat yang bisa didapat di siklus berikutnya.

Tapi pasar tidak pernah memberi waktu untuk bermimpi.

Hanya dalam sebulan, penurunan tajam datang tanpa peringatan. Bitcoin merosot dari puncaknya, keuntungan dan modal seakan tersedot habis. Layar penuh warna merah, setiap kali refresh seperti mengingatkan: kode kekayaan yang kau kira telah kau genggam, sebenarnya cuma gelembung.

Dini hari, ponsel bergetar, notifikasi likuidasi muncul.

Saat itu tubuhku membeku di kursi, napas pun tertahan. Keuntungan menghilang, modal terpangkas setengah, mouse menggantung di depan layar, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Untuk pertama kalinya aku benar-benar merasakan apa itu rasa tidak berdaya.

Baru setelah itu aku sadar: pasar ini bukan meja judi yang bisa melipatgandakan uang hanya dengan keberuntungan, bukan juga permainan yang bisa dimenangkan hanya dengan mengejar harga tinggi.

Keuntungan mengambang, semenarik apapun, tak akan bertahan saat tren berbalik. Menjaga modal, mengatur posisi, memasang stop loss—hal-hal yang terdengar membosankan inilah syarat utama untuk bertahan hidup.

Harga yang kubayar malam itu, akhirnya menjadi pelajaran termahal dan paling berharga—setelah jatuh sekali, baru tahu bagaimana tetap berdiri di tengah badai.

Sekarang, setiap kali melihat grafik K-line, aku selalu mengingatkan diri: mendapat untung cepat bukanlah kemampuan sejati, yang penting adalah bertahan lama, baru ada peluang untuk membalikkan keadaan.

Tanya pada diri sendiri: mau terus jadi korban yang dipotong, atau jadi orang yang tertawa terakhir?